Cari Blog Ini

20100730

TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN BUDAYA






“Teknologi: mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat”. Adalah suatu pernyataan yang nampaknya relevan dengan keberadaan dan implikasi dari kehadiran teknologi komunikasi dewasa ini. Menjamurnya situs-situs pertemanan yang merupakan jejaring sosial seperti friendster, facebook, twitter, myspace dan sebagainya disertai dengan sambutan yang begitu hangat dari masyarakat dalam mempergunakan dan memanfaatkan produk-produk dunia maya tersebut dengan sebaik-baiknya dirasa memiliki pengaruh positif sekaligus dampak negatif bagi gaya dan kehidupan pergaulan masyarakat. Di satu sisi, situs pertemanan ini menjembatani komunikasi antara pihak-pihak yang berada dalam jarak yang begitu jauh bahkan dalam dimensi waktu yang berbeda. Orang-orang yang sebelumnya tidak pernah bertemu sekalipun “didekatkan” oleh facebook dkk ini. Kelancaran dalam berkomunikasi, mendekatkan hubungan antar teman, atau sekedar mencari kenalan, bukan lagi menjadi sebuah masalah karena situs-situs jejaring sosial ini telah menjembatani segalanya. Kebutuhan manusia untuk bergaul dan bersosialisasi, menyalurkan kodratinya sebagai individu zoon politicon serta merasakan kebersamaan dan keakraban dengan pihak-pihak yang menjadi partner interaksinya, seakan telah betul-betul terpenuhi melalui pemanfaatan situs pertemanan ini. Tanpa disadari perlahan manusia mengalami candu akan friendster, tak dapat berlama-lama meninggalkan facebook serta mengamati tiap-tiap peristiwa terkini yang dikabarkan didalamnya, merasa perlu dan wajib untuk mengupdate status sesering mungkin di twitter serta tak mau ketinggalan untuk mengikuti aktivitas atau sekedar “kicauan” para follower di twitter yang dimilikinya. Ketika frekuensi penggunaan dan tingkat kebutuhan yang terlampau tinggi ini dirasakan benar oleh para penggunanya, hingga mengurangi aktivitas sosialisasi mereka di dunia pergaulan yang sesungguhnya, maka saat itulah teknologi komunikasi ini menjadi isu yang berdampak negatif terhadap pergaulan individu dan masyarakat pada skala yang lebih luas. Banyak orang yang terlalu asyik dengan pertemanan semunya di dunia maya hingga mengabaikan rekanan yang mereka miliki secara nyata yang berada di sekeliling mereka, mereka terlampau sibuk di depan PC mereka, atau tak dapat lepas dari ponsel yang dilengkapi dengan fasilitas internet yang begitu memadai. Akibatnya timbullah fenomena anti sosial dan sikap individualistis dari individu yang tentunya akan berdampak buruk terhadap kehidupan pergaulannya jika dalam jangka waktu yang lama individu tersebut tidak dapat mengelola dan menyeimbangkan intensitas dan frekuensi kedua jenis dimensi pergaulan yang digelutinya ini. Isu pornografi, kekerasan dalam rumah tangga dan terhadap anak-anak juga menjadi hal kontroversial yang merupakan aspek negatif dari penggunaan teknologi komunikasi dalam bidang sosial.

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuiakan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Unsur-Unsur

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

1.                  Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:

o        alat-alat teknologi

o        sistem ekonomi

o        keluarga

o        kekuasaan politik

2.                  Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:

o        sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya

o        organisasi ekonomi

o        alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)

o        organisasi kekuatan (politik)

Wujud dan komponen

Wujud

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.

·                     Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

·                     Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

·                     Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Komponen

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:

·                     Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

·                     Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:

Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi)


Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:

·                     alat-alat produktif

·                     senjata

·                     wadah

·                     alat-alat menyalakan api

·                     makanan

·                     pakaian

·                     tempat berlindung dan perumahan

·                     alat-alat transportasi



Berbicara mengenai isu budaya terkait dengan teknologi komunikasi, maka kita pun akan dihadapkan pada dualitas implikasinya, yaitu positif dan negatif. Dikatakan positif karena dengan adanya teknologi komunikasi yang dapat memfasilitasi penyampaian berbagai informasi dan pemberitaan dari seluruh penjuru dunia, maka beraneka ragam budaya yang berasal dari luar suatu negara akan dapat masuk dan diserap oleh masyarakat negara yang bersangkutan. Hal ini akan mendorong masyarakat negara menjadi lebih terbuka dalam menanggapi hal-hal baru serta perubahan yang ada sebagai konsekuensi atas tingginya pemasukan budaya-budaya baru melalui akses internet ini. Arus informasi yang begitu cepat memicu terjadinya hal ini. Namun demikian perlu dicermati bahwasannya akan ada kemungkinan terjadinya cultural lag atau bahkan cultural shock yang dirasakan oleh masyarakat yang bersangkutan sebagai akibat ketidaksiapan mereka dalam menyerap dan mengadopsi budaya luar yang sedikit atau benar-benar berbeda dengan budaya lokal yang telah ada dan berkembang sebelumnya. Inilah yang menjadi cikal bakal timbulnya gaya hidup konsumerisme di kalangan masyarakat karena mereka hanya menyerap budaya baru yang masuk itu secara tidak utuh sehingga mereka tidak benar-benar mengetahui esensi dari pergeseran atau perubahan budaya yang mereka ikuti. Contohnya adalah kalangan remaja dewasa ini  yang beberapa di antaranya ikut-ikutan menggunakan ponsel blackberry hanya karena terpengaruh lingkungan pergaulan yang didominasi oleh para pengguna BB tersebut tanpa mengetahui dan memahami secara jelas signifikansi penggunaan gadget tersebut. Parahnya lagi, sikap individualistis, hedonisme bahkan sekularisme yang seakan semakin menjajal pola pikir dan perilaku masyarakat akibat pengaruh dari budaya luar yang jelas-jelas berbeda dengan tradisi budaya yang dimiliki (terlebih bagi masyarakat Asia yang berkonteks budaya tinggi; budaya Timur). Masyarakat seakan semakin diperbudak oleh teknologi yang menyebabkannya lalai dalam bersosialisasi, individu kian tunduk pada trend dunia dan segala sesuatu hal baru yang dipuja-puja masyarakat global, tanpa mengetahui esensinya dan hanya karena dilatarbelakangi perasaan takut terkucil atau tersisih. Menjadi seorang luddite atau bahkan laggard seakan menjadi momok yang benar-benar harus dihindari oleh individu jika tidak ingin disebut ketinggalan zaman atau menyandang predikat sebagai si gagap teknologi. Dan lagi-lagi, hal ini seringkali terjadi tanpa dilatarbelakangi alasan dan kepentingan yang jelas terhadap penggunanaan teknologi sehingga esensi dari pengadopsian budaya baru menjadi terabaikan.

Perkembangan teknologi dewasa ini memang tidak dapat kita bendung. Seiring berjalannya waktu, teknologi kini berkembang semakin pesat. Terkait dengan Perkembangan Teknologi Komunikasi maka media pun berkembang dan memunculkan media-media baru yang mengglobal. Media baru saat ini berupa internet, tv digital dan lain-lain semakin banyak dikonsumsi oleh khalayak. Salah satu jenis media baru yang kini sedang menggema adalah Internet.

Jika kita lihat perkembangan teknologi komunikasi saat ini hampir semua menyediakan layanan internet, dari mulai PSP yang kegunaan awalnya sebagai game, sampai Handphone yang kegunaan awalnya sebagai alat komunikasi saja kemudian berkembang dan didalamnya bisa terhubung dengan koneksi internet. Ini membuktikan bahwa kehidupan kita dikelilingi dengan budaya internet.


Secara tidak disadari keberadaan internet dikehidupan kita membawa dampak terhadap budaya kita khususnya budaya indonesia, baik berdampak positif maupun berdampak negatif. melihat dari dampak positif dari perkembangan internet pada saat ini adalah budaya yang kita miliki dapat diketahui dan diakui oleh dunia, jika melihat dari segi negatifnya, banyak dari kita yang justru meninggalkan budaya yang kita miliki untuk membentuk budayanya sendiri. Sebagai contoh yang sedang ramai diindonesia saat ini adalah situs jejaringan sosial Facebook yang ditemukan oleh Mark Zuckerberg seorang mahasisiwa Harvard, telah berhasil memikat banyak masyarakat indonesia untuk mengkonsumsinya.

Melalui Facebook kita dapat berinteraksi dengan teman, sehingga terasa bertatap muka (face to face), karena internet tidak mengenal ruang dan waktu. Banyak dari kita yang kecanduan Facebook atau situs jejaring sosial lainnya, misalnya Anda mengubah status lebih dari dua kali sehari dan rajin mengomentari perubahan status teman. Anda juga rajin membaca profil teman lebih dari dua kali sehari meski ia tidak mengirimkan pesan atau men-tag Anda di fotonya. Hal tersebut adalah salah satu yang mengubah budaya yang kita miliki selama ini.

Suatu hubungan mulai menjadi kering ketika para pengguna Facebook atau situs jejaring sosial lainnya tak lagi menghadiri social gathering, menghindari pertemuan dengan teman-teman atau keluarga, dan lebih memilih berlama-lama menatap komputer (atau ponsel). Ketika akhirnya berinteraksi dengan rekan-rekan, mereka menjadi gelisah karena “berpisah” dari komputernya.

Dengan adanya Facebook atau situs jejaring sosial lainnya mengubah gaya hidup seseorang menjadi lebih modern, karena menurut mereka gaya hidup yang modern adalah yang dapat mengikuti perkembangan teknologi komunikasi, sehingga budaya akan bergeser kepada budaya yang modern pula.

Dengan menjamurnya internet saat ini kita jarang menjumpai orang yang tidak saling kenal dihalte bus bertegur sapa, karena sekarang mereka sibuk dengan handphonenya masing-masing. Ketika terjadi musibah seperti gempa beberapa waktu yang lalu orang-orang tidak lagi memperdulikan untuk membantu orang lain, hal yang utama dilakukan olehnya adalah mengupdate status di facebook nya.

Apakah budaya kita yang dikenal orang sebagai budaya yang ramah tergeser oleh kemajuan perkembangan teknologi?

Budaya itu berbanding lurus dengan Waktu, Jadi budaya dan tatanan adat selalu mengikuti perkembangan zaman. Yang namanya perkembangan sedikit demi sedikit akan menggeser nilai-nilai budaya untuk menjaga agar budaya kita tetap ada dan tidak tergeser modernisasi perlu kita memperkenalkan, melestarikan dan menanamkan kepada generasi pelanjut.







TINJAUAN PUSTAKA

http://eprints.utm.my/7858/

http://www.waena.org/index.php?option=com_content&task=view&id=4468&Itemid=51



http://commentportal.com/search/pramsky-kaitan-antara-komunikasi-dan-budaya



http://fauzyalfalasany.blogspot.com/2010/01/teknologi-baru-menimbulkan-budaya-baru.html



http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya


http://defickry.wordpress.com/2007/10/26/teknologi-komunikasi-dan-sosial-budaya

PERKEMBANGAN MEDIA MASSA DI INDONESIA


Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai dipergunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.

Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah memiliki ketergantungan dan kebutuhan terhadap media massa yang lebih tinggi daripada masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan tingkat ekonomi lebih tinggi memiliki lebih banyak pilihan dan akses banyak media massa, termasuk bertanya langsung pada sumber/ ahli dibandingkan mengandalkan informasi yang mereka dapat dari media massa tertentu.

Jenis-jenis media massa:

·         Media massa tradisional

Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa dimana terdapat ciri-ciri seperti:

1.                   Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan

2.                   Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu.

3.                   Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima.

4.                   Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.

Macam-macam media massa tradisional

·                      surat kabar

·                      majalah

·                      radio

·                      televisi

·                      film (layar lebar).

  • Media massa modern

Seiring dengan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media-media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon selular.

Media massa yang lebih modern ini memiliki ciri-ciri seperti:

1.                   Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya)

2.                   Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual

3.                   Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu

4.                   Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam

5.                   Penerima yang menentukan waktu interaksi

Everett M. Rogers dalam bukunya Communication Technology; The New Media in Society (dalam Mulyana, 1999), mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi di masyarakat, dikenal empat era komunikasi yaitu era tulis, era media cetak, era media telekomunikasi dan era media komunikasi interaktif. Dalam era terakhir media komunikasi interaktif dikenal media komputer, videotext dan teletext, teleconferencing, TV kabel dan sebagainya.

Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.


Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.


Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi jurnalisme. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih.

Setelah Orde Baru semakin mengkonsolidasikan pembangunan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, maka di bidang pembinaan pers juga semakin ditata secara lebih mantap dengan dihasilkannya undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 yang merupakan penyempurnaan dan perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967.


Sebagai penajabarn lebih lanjut dikeluarkan pula Peraturan Menteri Penerangan RI Nomor 01/Per Menpen/1984 tentang Surat usaha izin Usaha Penerbitan Pers(SIUPP) sebagai peraturan pelaksanaan Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers tersebut. Berbagai upaya melengkapi peraturan ini sebagai dasar pembinaan dan penataan pers nasional masih berlanjut sampai saat ini.


Gambaran umum dari pertumbuhan dan perkembangan Pers Nasional dapat diketahui antara lain dari perkembangan jumlah penerbitan pers, tiras penerbitan pers yang semakin meningkat pula baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Demikian pula pemilikan percetakan pers oleh para penerbit surat kabar telah semakin meningkat jumlahnya.


Bila pada awal Pelita V jumlah penerbitan pers sebanyak 263, maka pada tahun 1995 sudah mencapai sebanyak 287. Seluruh propinsi telah memiliki penerbitan pers dan hanya tiga propinsi yaitu propinsi Bengkulu, Nusa Tenggara dan Sulawesi Tenggara yang belum mempunyai surat kabar harian. Namun demikian Bengkulu dan Nusa Tenggara Barat telah mengadakan uji coba untuk menerbitkan surat kabar harian dan secara prinsip telah memungkinkan tumbuhnya masing-masing surat kabar harian tersebut.


Tiras penerbtan pers bila pada awal Pelita V berjumlah 10.783.009 eksemplar setiap kali terbit, pada akhir Pelita V menjadi 12.730.721 eksemplar.


Dalam rangka meningkatkan peranan pers nasional dalam pembangunan, diperlukan dukungan sumber daya manusia yang handal, yang didukung oleh peralatan canggih yang sesuai perkembangan teknologi khususnya teknologi komunikasi.


Untuk dapat mengimbangi dinamika dan tuntutan pembangunan maupun dinamika masyarakat serta meningkatnya kualitas kebutuhan dan tuntutan masyarakat, pers harus terus meningkatkan kualitas profesionalisme sumber daya manusia wartawannya. Dalam hubungan ini program pendidikan dan pelatihan wartawan dan karyawan pers lainnya telah dilakukan secara terus-menerus dengan harapan mampu memenuhi peningkatan kebutuhan sumber daya manusia bagi penerbitan-penerbitan pers di masa yang akan datang. 


Jumlah sumber daya manusia/wartawan yang memiliki wawasan serta pendidikan tinggi terus bertambah. Ini merupakan salah satu ciri dari transformasi yang sedang dijalani pers Indonesia. Data terakhir menunjukkan, jumlah wartawan media cetak dan media elektronik, sebanyak 7.141 orang. Sedingkan khusus media bcetak berjumlah 6.287 orang. Dari jumlah tersebut 4.062 orang(64.04 persen) adalah mereka yang berlatarbelakang pendidikan tinggi.


Dalam rangka meningkatkan arus informasi ke pedesaan, mulai tahun pertama Pelita III diadakan proyek "Koran Masuk Desa" (KMD) yang berupa subsidi kepada penerbitan-penerbitan pers daerah untuk menerbitkan KMD. Subsidi tersebut bertujuan untuk mendoong penerbitan pers nasional di daerah untuk mengembangkan diri dan memperluas jangkauannya sehingga mempercepat pemerataan informasi di daerah-daerah KMD yang pada awalnya mengikutsertakan 34 penerbit pers daerah di 13 propinsi, kemudian mulai tahun 1984 telah mengikutkan 50 penerbit pers di 26 propinsi. Ini berarti seluruh propinsi di Indonesia telah diikutsertakan dalam program KMD kecuali Daerah Khusus lbukota Jakarta. Sampai dengan tahun 1994/1995 meningkat menjadi 59 penerbitan KMD, dan 9 di antaranya menjadi pelaksana mandiri tanpa subsidi dari pemerintah.


Jumlah tiras KMD pada tahun anggaran 1993/1994 berdasar realita berjumlah sebesar 39.798.158 eksemplar, sedangkan target tiras sesuai perjanjian yakni sebesar 8.400.000 eksemplar, berarti terdapat kenaikan yang sangat tinggi.


Untuk memberikan motivasi terhadap pembangunan masyarakat pedesaan, Dewan Pers dalam sidang pleno tahun 1993 memutuskan mengganti istilah "Koran Masuk Desa" menjadi "Koran Membangun Desa".


PEMBANGUNAN di bidang teknologi komunikasi dan informasi telah memacu pertumbuhan dan perkembangan media elektronika radio, televisi dan film dengan sangat pesat dalam menyebarluaskan dan memeratakan informasi kepada masyarakat.


Pada awal Repelita I Radio Republik Indonesia (RRI) memiliki 46 buah stasiun panyiaran dengan jumlah stasiun pemancar 107 buah, kekuatan pemancar seluruhnya 810 kilowatt dan jumlah jam siaran rata-rata setiap stasiun 7,4 jam per hari. Pada akhir Repelita V, RRI memiliki 49 buah stasiun penyiaran dengan 414 buah unit stasiun pemancar, kekuatan pemancar seluruhnya sebesar 3.106,6 kilowatt, dan jam siaran rata-rata setiap stasiun 21,0 jam perhari. Selain RRI terdapat juga radio siaran non RRI sebanyak 670 stasiun penyiaran yang tersebar di seluruh wilayah tanah air. Untuk program siaran RRI yang ditujukan keluar negeri menggunakan 10 bahasa pengantar yaitu bahasa lnggris, Perancis, Spanyol, Arab, Mandarin, Melayu, Jepang, Jerman, Thai dan Indonesia, dengan jumlah siaran 12 jam per hari. 


Dalam rangka kerjasama internasional, dilanjutkan berbagai kegiatan yang antara lain mencakup tukar-menukar paket siaran antar negara-negara Asean, yang dimulai sejak tahun 1978 dan kerjasama dengan Asia Pasific Broadcasting Union(ABU) yang dimulai sejak tahun 1983 serta berbagai organisasi Internasional lainnya.


Pada tahun 1969, yang juga merupakan tahun awal Repelita I. Televisi Republik Indonesia (TVRI) memiliki 2 buah stasiun penyiaran dengan 7 buah pemancar yang keseluruhannya berkekutan sekitar 48 kilowatt dan menjangkau sekitar 22 juta orang dengan jumlah jam siaran setiap stasiunnya rata-rata 4 jam per hari. Pada akhir Repelita V TVRI memiliki 12 stasiun penyiaran, tujuh Stasiun Produksi Keliling (SPK) dan 343 stasiun pemancar penghubung dengan kekuatan pemancar 348,7 KW, dengan kemampuan jangkauan 41,36 persen wilayah Nusantara dan 153 juta orang atau 79,20 Persen dari jumlah penduduk dengan jumlah siaran 11,7 jam per hari.


Untuk menyiapkan masyarakat menghadapi perkembangan teknologi komunikasi di masa depan, pemerintah telah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan antena parabola, sehingga masyarakat dapat menikmati siaran berbagai stasiun penyiaran.


Pada akhir Repelita V upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi juga didukung oleh lembaga penyiaran televisi swasta. Sampai awal Repelita VI telah beroperasi 5 (lima) televisi swasta yang sebagian telah mengembangkan jangkauan siaranya ke beberapa wilayah Indonesia. Dalam kaitan perkembangan ini pula lembaga penyiaran asing telah menyelenggarakan siarannya secara transnasional yang dapat menjangkau sebagian wilayah Indonesia (contoh: Star TV).

Tetapi pada masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Indepen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.

Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.

Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan media massa di Indonesia cukup menakjubkan. Data yang ada, seperti dikutip Sendjaja (2000), menunjukkan kondisi sebagai berikut:

1. Di bidang pertelevisian, selain jaringan TVRI saat terdapat 10 (sepuluh) stasiun televisi swasta, yaitu RCTI, TPI, SCTV, ANTEVE, INDOSIAR, METRO TV, TRANSTV, LATIVI, GLOBAL TV, DAN TV 7. Di samping itu kini telah beroperasi 7 televisi berlangganan satelit, 6 televisi berlangganan terrestrial, dan 17 televisi berlangganan kabel.

2. Dunia penyiaran radio pun mengalami kemajuan meskipun tidak sepesat televisi. Hingga akhir tahun 2002, terdapat 1188 Stasiun Siaran Radio di Indonesia. Jumlah itu terdiri atas 56 stasiun RRI dan 1132 buah Stasiun Radio Swasta.

3. Perkembangan industri dan bisnis penyiaran ini tampaknya telah mendorong tumbuh pesatnya bisnis ‘Rumah Produksi’ (Production House/PH). Sebelum krisis ekonomi, tercatat ada 298 buah perusahaan PH yang beroperasi di mana sekitar 80% di antaranya berada di Jakarta. Pada saat krisis, khususnya antara tahun 1997-1999, jumlah PH yang beroperasi menurun drastis sampai sekitar 60%. Dalam satu tahun terakhir (2003), bisnis PH secara perlahan kembali bangkit yang antara lain didorong oleh peningkatan jumlah Televisi Swasta. Kebutuhan TV Swasta akan berbagai acara siaran, mulai acara hiburan sampai acara informasi dan pendidikan, banyak diproduksi oleh PH lokal.

4. Dunia bisnis media penerbitan, khususnya surat kabar dan majalah, juga mengalami peningkatan khususnya dalam hal kuantitas. Pada tahun 2000, menurut laporan MASINDO, terdapat 358 media penerbitan. Jumlah tersebut terdiri atas 104 surat kabar, 115 tabloid, dan 139 majalah. Hal menarik dalam penerbitan media massa cetak ini adalah semakin beragamnya pelayanan isi yang disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan segmen khalayak pembacanya. Dengan kata lain, ‘spesialisasi’ telah ditempuh sebagai upaya menembus situasi kompetisi yang semakin ketat.

Dengan perkembangan seperti di atas, baik dalam jumlah maupun jenisnya, mustahil semua media massa menguasai seluruh pasar yang ada. Sebaliknya, kecil sekali kemungkinan hanya satu media massa dapat menguasai seluruh pasar, dalam arti memenuhi segala macam tuntutan pasar, karena tuntutan pasar juga sangat bervariasi.

Kompetisi telah menjadi kata kunci dalam kehidupan media massa saat ini. Keadaannya menjadi semakin kompleks, karena mencakup kompetisi tiga kelompok yaitu: Pertama, antara media cetak baik dari jenis yang sama maupun yang berbeda jenis; Kedua, antara media elektronik baik audio (radio) maupun audio-visual (televisi); serta Ketiga, antara media cetak di satu pihak dengan media elektronik di pihak lain.

Dalam memperebutkan pangsa pasar, kompetisi media massa tidak hanya meliputi aspek isi, penyajian berita atau bentuk liputan lainnya, tetapi juga aspek periklanan. Hal tersebut dipersulit pula oleh perubahan tuntutan pasar (konsumen). Juga perubahan dalam cara, gaya dan strategi kompetisi yang digunakan masing-masing media massa sebagai respons terhadap tuntutan pasar.

Tinjauan pustaka

http://agussetiaman.wordpress.com/2008/11/07/perkembangan-media-massa-dan-media-literasi-di-indonesia/

http://jurnal.budiluhur.ac.id/wp-content/uploads/2007/04/blcom-04-vol2-no2-april20071.pdf

http://www.kejut.com/massmedia

http://id.wikipedia.org/wiki/Media_massa

http://pipmi.tripod.com/artikel_pembangunan_perkembangan_pers_dan_media_massa_nasional.htm

http://duniakreatif.multiply.com/journal/item/38/Menyoal_Komunikasi_Massa_Memahami_Perkembangan_Masyarakat_Indonesia

http://www.beritanet.com/Education/Berita-Jurnalistik/Sejarah-Jurnalisme-Indonesia.html

http://wsmulyana.wordpress.com/2008/12/22/perkembangan-media-massa-dan-media-literasi/