Cari Blog Ini

20101014

untuk yang terakhir

kali ini mungkin kenangan hanya tinggal kenangan. tingkat paling menyakitkan adalah melupakan setelah melakukan.
siapa yang bisa melakukannya secepat yang diharapkan??
selalu saja hasilnya tak sesuai dengan prediksi yang diimpi-impikan. kalau tidak terlalu cepat..ya dia akan berlalu dengan sangat lambat.
apa ini bisa disebut menyedihkan? atau mungin lebih kepada menyakitkan?
ah... cerita yang terlalu panjang...dan terlalu banyak partikel menyakitkan dalam tiap bulirnya...
apakah ini merupakan kesalahan jika terlalu banyak berharap kepada orang lain??
lalu apakah kemudian perasaan adalah hal yang harus dikebelakangkan untuk menjadi hal penting yang berada pada urutan buncit?
ah,,,,kadang kau bertanya tanya..kenapa sering kali tak kujawab ucapan mu itu..
aku diam..
kau bertanya lagi...
aku tetap diam....
lalu kau mulai melambung dengan ego mu...
sayang...jika kah ku jawab..akan kah kau akan tetap bersama ku ??akankah kau tak akan pernah mencaci ku??
akankah kau benar benar kau dalam perkataan mu??
karena aku adalah benar benar aku yang menaruh banyak harapan dalam diam ku yang kau kira adalah suatu hinaan untukmu..
karena bagiku tak habis dalam sepatah kata semua itu,,,karena aku takut semuanya akan benar benar patah nantinya..
tapi kau tak pernah mengerti dan berusaha mengerti walau telah berulang kali kuminta kau untuk sedikit saja mengerti tentang ini...
hanya aku yang selalu menjadi peran antagonis...baiklah, aku paham..itu semua karena kau adalah lelaki.
aku memang tampil dalam aku yang terlalu terlihat bagai karang ynag susah ditembus oleh mu..aku tahu.
baiklah,
karena aku tak mau kau terlalu cepat mengorbankan segalanya untuk ku..bisa saja aku menjadi apa yang kau mau,,menjadi sosok yang mungkin ketika kau sentuh
ia akan mencair dan menebar ke dalam tiap sela tubuh dan aliran darah mu..menjadi penyempurna tiap nafas mu...tentu aku sanggup melakukan itu..
tapi tak ingin kuhilangkan duniamu untuk ku..tapi tak ingin aku memberi batas untuk tiap nafas kita dan sesak didalamnya..
aku tak mau kau mati disana dan hidup kembali di dunia yang lain..di hati yang lebih terlihat basah dari pada hati ku yang kau bilang kering ini..
pahamlah sayang..aku adalah perempuan..yang betapapun terlihat sebegitu kuat dan kerasnya tapi tetap saja pada kenyataanya rapuh...
terlalu banyak yang membuat segala sesuatu didalam sini rontang sayang...
maka aku membangun benteng yang terlihat terlalu tebal...
tapi sayangnya tameng ku ini hanya kau pandangai..
aku menunggu mu untuk menyentuhnya..tapi tiap kali kau maju..ternyata kau hanya berusaha memicingkan matamu...
ah sayang...kau terlalu takut untuk itu,,,karena harapanku jauh lebih besar untuk kau menyentuhnya..


untuk mu yang merasa terhina..

20101013

dia...

pada mula yang terasa begitu sulit,
selalu begini tiap kalinya.
bukan karena ku tak mau memulai semuanya tanpa dirimu,
tapi aku selalu tak sanggup memulai dan mengakhirinya tanpa dirimu.
terlalu kaku untuk tanpa dirimu, walau sekarang hanya kilas nama mu yang tertinggal..
ketika takut itu menerpa, hanya ada tanya tentang dirimu dan diriku..
apakah kau masih seperti waktu itu,
seperti kau yang selalu mengerti akan diriku.
seperti kau yang membelai ku dengan hangat senyummu itu?
seperti kau yang tak ragu menumpahkan penat mu dalam peluk ku?
seperti kau yang selalu mencari sedih ku dan menjadinya bulir ketegaran untuk terus bertahan?
seperti kau yang mengajari ku tentang cinta, kekuatan, dan rasa percaya?

kadang pertanyaan-pertanyaan seperti ini terjawab setololnya oleh diriku sendiri..

jarak dan waktu terlalu jauh membentang untuk berharap kau masih seperti apa yang kuharapkan..
kita tak pernah sama lagi seperti waktu itu..
jika aku saja telah banyak berubah, mengapa tidak dengan dirimu..aku mengerti..
aku mengerti..
tapi apakah kau seperti diriku jua?
yang menciumimu dalam tiap detik waktu ku?
kadang aku takut kau menjadi takut akan aku,,takut karena tenyata masih sedalam ini rasa ku untuk mu..
takut kau berfikir semuanya adalah kesalahan untuk mu..
tidak..masa itu terlalu indah, dan semuanya bukan hal yang menyakitkan, apalagi untuk ditakuti bukan?
masa ketika semuanya terlalu murni dan nyata...masa ketika semuanya seolah bisa dilakukan..
masa ketika kau mengajakku melihat taburan bintang di depan gerbang sekolah sambil menciumi bau aspal dan angin tengah malam itu..
masa ketika abu abu adalah warna yang paling semarak..
masa ketika hanya kau yang menyadarkan ku bahwa aku adalah perempuan yang ingin deperlakukan sebagai perempuan.
masa ketika hanya kau yang melihat ku tak hanya dari sisi luar ku saja...

sudahlah..terlau banyak celah kosong di waktu dan jarak ini...
aku terlalu menginginkanmu bahagia..seperti halnya kau berikan aku kebahagiaan sewaktu itu..
banyak ketidak tahuan dalam celah kosong ini..
tapi tak apalah..paling tidak aku tahu kau lalui hari mu dengan 'dia' yang lebih dari semua diri ku...
aku hanya ingin kau tahu, kau tercipta begitu berarti bagi ku. begitu nyata dalam rindang hidup ku..
hingga terkadang..aku begitu takut kehilangan semua ingatan ku tentang mu..
karena aku ingin menikmati tiap detik tentang mu...



bengkulu, 13,02,2010
ternyata bisa sedingin ini?

20100803

FEMINISME

Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria.

Gelombang pertama

Feminisme sebagai filsafat dan gerakan dapat dilacak dalam sejarah kelahirannya dengan kelahiran era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. Perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda pada tahun 1785. Menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood.

Kata feminisme dikreasikan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun 1837. Pergerakan center Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi John Stuart Mill, the Subjection of Women (1869). Perjuangan mereka menandai kelahiran feminisme Gelombang Pertama.

Pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, dimana ada masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Sejarah dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) khususnya dalam masyarakat yang patriarki sifatnya. Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hak-hak kaum ini biasanya memang lebih inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi Agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki di depan, di luar rumah dan kaum perempuan di rumah. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropa dan terjadinya Revolusi Perancis di abad ke-XVIII yang gemanya kemudian melanda Amerika Serikat dan ke seluruh dunia.

Suasana demikian diperparah dengan adanya fundamentalisme agama yang cenderung melakukan opresi terhadap kaum perempuan. Di lingkungan agama Kristen pun ada praktek-praktek dan kotbah-kotbah yang menunjang situasi demikian, ini terlihat dalam fakta bahwa banyak gereja menolak adanya pendeta perempuan bahkan tua-tua jemaat pun hanya dapat dijabat oleh pria. Banyak kotbah-kotbah mimbar menempatkan perempuan sebagai mahluk yang harus ´tunduk kepada suami!´

Dari latar belakang demikianlah di Eropa berkembang gerakan untuk ´menaikkan derajat kaum perempuan´ tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat. Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of the Right of Woman yang isinya dapat dikata meletakkan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum prempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka diberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki.

Secara umum pada gelombang pertama dan kedua hal-hal berikut ini yang menjadi momentum perjuangannya: gender inequality, hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran gender, identitas gender dan seksualitas. Gerakan feminisme adalah gerakan pembebasan perempuan dari: rasisme, stereotyping, seksisme, penindasan perempuan, dan phalogosentrisme.

Gelombang kedua

Setelah berakhirnya perang dunia kedua, ditandai dengan lahirnya negara-negara baru yang terbebas dari penjajah Eropa, lahirlah Feminisme Gelombang Kedua pada tahun 1960. Dengan puncak diikutsertakannya perempuan dalam hak suara parlemen. Pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut mendiami ranah politik kenegaraan.

Dalam gelombang kedua ini dipelopori oleh para feminis Perancis seperti Helene Cixous (seorang Yahudi kelahiran Aljazair yang kemudian menetap di Perancis) dan Julia Kristeva (seorang Bulgaria yang kemudian menetap di Perancis) bersamaan dengan kelahiran dekonstruksionis, Derrida. Dalam the Laugh of the Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin. Sebagai bukan white-Anglo-American-Femin
ist, dia menolak esensialisme yang sedang marak di Amerika pada waktu itu. Julia Kristeva memiliki pengaruh kuat dalam wacana pos-strukturalis yang sangat dipengaruhi oleh Foucault dan Derrida.


Secara lebih spesifik, banyak feminis-individualis kulit putih, meskipun tidak semua, mengarahkan obyek penelitiannya pada perempuan-perempuan dunia ketiga. Meliputi Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Dalam berbagai penelitian tersebut, telah terjadi pretensi universalisme perempuan sebelum memasuki konteks relasi sosial, agama, ras dan budaya. Spivak membongkar tiga teks karya sastra Barat yang identik dengan tidak adanya kesadaran sejarah kolonialisme. Mohanty membongkar beberapa peneliti feminis barat yang menjebak perempuan sebagai obyek. Dan Bell Hooks mengkritik teori feminisme Amerika sebagai sekedar kebangkitan anglo-white-american-feminism karena tidak mampu mengakomodir kehadiran black-female dalam kelahirannya.


Banyak kasus menempatkan perempuan dunia ketiga dalam konteks "all women". Dengan apropriasi bahwa semua perempuan adalah sama. Dalam beberapa karya sastra novelis perempuan kulit putih yang ikut dalam perjuangan feminisme masih terdapat lubang hitam, yaitu: tidak adanya representasi perempuan budak dari tanah jajahan sebagai Subyek. Penggambaran pejuang feminisme adalah yang masih mempertahankan posisi budak sebagai yang mengasuh bayi dan budak pembantu di rumah-rumah kulit putih.


Perempuan dunia ketiga tenggelam sebagai Subaltern yang tidak memiliki politik agensi selama sebelum dan sesudah perang dunia kedua. Selama sebelum PD II, banyak pejuang tanah terjajah Eropa yang lebih mementingkan kemerdekaan bagi laki-laki saja. Terbukti kebangkitan semua Negara-negara terjajah dipimpin oleh elit nasionalis dari kalangan pendidikan, politik dan militer yang kesemuanya adalah laki-laki. Pada era itu kelahiran feminisme gelombang kedua mengalami puncaknya. Tetapi perempuan dunia ketiga masih dalam kelompok yang bisu.


Dengan keberhasilan gelombang kedua ini, perempuan dunia pertama melihat bahwa mereka perlu menyelamatkan perempuan-perempuan dunia ketiga, dengan asumsi bahwa semua perempuan adalah sama. Dengan asumsi ini, perempuan dunia ketiga menjadi obyek analisis yang dipisah dari sejarah kolonialisasi, rasisme, seksisme, dan relasi sosial.


Perkembangan di Amerika Serikat


Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era perubahan dengan terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis oleh Betty Friedan di tahun 1963. Buku ini ternyata berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama National Organization for Woman (NOW) di tahun 1966 gemanya kemudian merambat ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan Equal Right Act (1964) dimana kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang


Gerakan feminisme yang mendapatkan momentum sejarah pada 1960-an menunjukan bahwa sistem sosial masyarakat modern dimana memiliki struktur yang pincang akibat budaya patriarkal yang sangat kental. Marginalisasi peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya ekonomi dan politik, merupakan bukti konkret yang diberikan kaum feminis.


Gerakan perempuan atau feminisme berjalan terus, sekalipun sudah ada perbaikan-perbaikan, kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan. Di tahun 1967 dibentuklah Student for a Democratic Society (SDS) yang mengadakan konvensi nasional di Ann Arbor kemudian dilanjutkan di Chicago pada tahun yang sama, dari sinilah mulai muncul kelompok "feminisme radikal" dengan membentuk Women´s Liberation Workshop yang lebih dikenal dengan singkatan "Women´s Lib". Women´s Lib mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Di tahun 1968 kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya "Miss America Pegeant" di Atlantic City yang mereka anggap sebagai "pelecehan terhadap kaum wanita dan komersialisasi tubuh perempuan". Gema ´pembebasan kaum perempuan´ ini kemudian mendapat sambutan di mana-mana di seluruh dunia..


Pada 1975, "Gender, development, dan equality" sudah dicanangkan sejak Konferensi Perempuan Sedunia Pertama di Mexico City tahun 1975. Hasil penelitian kaum feminis sosialis telah membuka wawasan jender untuk dipertimbangkan dalam pembangunan bangsa. Sejak itu, arus pengutamaan jender atau gender mainstreaming melanda dunia.


Memasuki era 1990-an, kritik feminisme masuk dalam institusi sains yang merupakan salah satu struktur penting dalam masyarakat modern. Termarginalisasinya peran perempuan dalam institusi sains dianggap sebagai dampak dari karakteristik patriarkal yang menempel erat dalam institusi sains. Tetapi, kritik kaum feminis terhadap institusi sains tidak berhenti pada masalah termarginalisasinya peran perempuan. Kaum feminis telah berani masuk dalam wilayah epistemologi sains untuk membongkar ideologi sains yang sangat patriarkal. Dalam kacamata eko-feminisme, sains modern merupakan representasi kaum laki-laki yang dipenuhi nafsu eksploitasi terhadap alam. Alam merupakan representasi dari kaum perempuan yang lemah, pasif, dan tak berdaya. Dengan relasi patriarkal demikian, sains modern merupakan refleksi dari sifat maskulinitas dalam memproduksi pengetahuan yang cenderung eksploitatif dan destruktif.


Berangkat dari kritik tersebut, tokoh feminis seperti Hilary Rose, Evelyn Fox Keller, Sandra Harding, dan Donna Haraway menawarkan suatu kemungkinan terbentuknya genre sains yang berlandas pada nilai-nilai perempuan yang antieksploitasi dan bersifat egaliter. Gagasan itu mereka sebut sebagai sains feminis (feminist science).


Aliran


Feminisme liberal


Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.


Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.


Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.


Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal.


Feminisme radikal


Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".


Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. "The personal is political" menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).


Feminisme post modern


Ide Posmo - menurut anggapan mereka - ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial.


Feminisme anarkis


Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem patriaki-dominasi lelaki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.


Feminisme Marxis


Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini—status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat—borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus.


Feminisme sosialis


Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.


Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung. Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin. Agenda perjuagan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem patriarki. Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat problem-problem kemiskinan yang menjadi beban perempuan.


Feminisme postkolonial


Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat. Beverley Lindsay dalam bukunya Comparative Perspectives on Third World Women: The Impact of Race, Sex, and Class menyatakan, “hubungan ketergantungan yang didasarkan atas ras, jenis kelamin, dan kelas sedang dikekalkan oleh institusi-institusi ekonomi, sosial, dan pendidikan.”

20100730

TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN BUDAYA






“Teknologi: mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat”. Adalah suatu pernyataan yang nampaknya relevan dengan keberadaan dan implikasi dari kehadiran teknologi komunikasi dewasa ini. Menjamurnya situs-situs pertemanan yang merupakan jejaring sosial seperti friendster, facebook, twitter, myspace dan sebagainya disertai dengan sambutan yang begitu hangat dari masyarakat dalam mempergunakan dan memanfaatkan produk-produk dunia maya tersebut dengan sebaik-baiknya dirasa memiliki pengaruh positif sekaligus dampak negatif bagi gaya dan kehidupan pergaulan masyarakat. Di satu sisi, situs pertemanan ini menjembatani komunikasi antara pihak-pihak yang berada dalam jarak yang begitu jauh bahkan dalam dimensi waktu yang berbeda. Orang-orang yang sebelumnya tidak pernah bertemu sekalipun “didekatkan” oleh facebook dkk ini. Kelancaran dalam berkomunikasi, mendekatkan hubungan antar teman, atau sekedar mencari kenalan, bukan lagi menjadi sebuah masalah karena situs-situs jejaring sosial ini telah menjembatani segalanya. Kebutuhan manusia untuk bergaul dan bersosialisasi, menyalurkan kodratinya sebagai individu zoon politicon serta merasakan kebersamaan dan keakraban dengan pihak-pihak yang menjadi partner interaksinya, seakan telah betul-betul terpenuhi melalui pemanfaatan situs pertemanan ini. Tanpa disadari perlahan manusia mengalami candu akan friendster, tak dapat berlama-lama meninggalkan facebook serta mengamati tiap-tiap peristiwa terkini yang dikabarkan didalamnya, merasa perlu dan wajib untuk mengupdate status sesering mungkin di twitter serta tak mau ketinggalan untuk mengikuti aktivitas atau sekedar “kicauan” para follower di twitter yang dimilikinya. Ketika frekuensi penggunaan dan tingkat kebutuhan yang terlampau tinggi ini dirasakan benar oleh para penggunanya, hingga mengurangi aktivitas sosialisasi mereka di dunia pergaulan yang sesungguhnya, maka saat itulah teknologi komunikasi ini menjadi isu yang berdampak negatif terhadap pergaulan individu dan masyarakat pada skala yang lebih luas. Banyak orang yang terlalu asyik dengan pertemanan semunya di dunia maya hingga mengabaikan rekanan yang mereka miliki secara nyata yang berada di sekeliling mereka, mereka terlampau sibuk di depan PC mereka, atau tak dapat lepas dari ponsel yang dilengkapi dengan fasilitas internet yang begitu memadai. Akibatnya timbullah fenomena anti sosial dan sikap individualistis dari individu yang tentunya akan berdampak buruk terhadap kehidupan pergaulannya jika dalam jangka waktu yang lama individu tersebut tidak dapat mengelola dan menyeimbangkan intensitas dan frekuensi kedua jenis dimensi pergaulan yang digelutinya ini. Isu pornografi, kekerasan dalam rumah tangga dan terhadap anak-anak juga menjadi hal kontroversial yang merupakan aspek negatif dari penggunaan teknologi komunikasi dalam bidang sosial.

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuiakan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Unsur-Unsur

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

1.                  Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:

o        alat-alat teknologi

o        sistem ekonomi

o        keluarga

o        kekuasaan politik

2.                  Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:

o        sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya

o        organisasi ekonomi

o        alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)

o        organisasi kekuatan (politik)

Wujud dan komponen

Wujud

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.

·                     Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

·                     Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

·                     Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Komponen

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:

·                     Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

·                     Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:

Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi)


Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:

·                     alat-alat produktif

·                     senjata

·                     wadah

·                     alat-alat menyalakan api

·                     makanan

·                     pakaian

·                     tempat berlindung dan perumahan

·                     alat-alat transportasi



Berbicara mengenai isu budaya terkait dengan teknologi komunikasi, maka kita pun akan dihadapkan pada dualitas implikasinya, yaitu positif dan negatif. Dikatakan positif karena dengan adanya teknologi komunikasi yang dapat memfasilitasi penyampaian berbagai informasi dan pemberitaan dari seluruh penjuru dunia, maka beraneka ragam budaya yang berasal dari luar suatu negara akan dapat masuk dan diserap oleh masyarakat negara yang bersangkutan. Hal ini akan mendorong masyarakat negara menjadi lebih terbuka dalam menanggapi hal-hal baru serta perubahan yang ada sebagai konsekuensi atas tingginya pemasukan budaya-budaya baru melalui akses internet ini. Arus informasi yang begitu cepat memicu terjadinya hal ini. Namun demikian perlu dicermati bahwasannya akan ada kemungkinan terjadinya cultural lag atau bahkan cultural shock yang dirasakan oleh masyarakat yang bersangkutan sebagai akibat ketidaksiapan mereka dalam menyerap dan mengadopsi budaya luar yang sedikit atau benar-benar berbeda dengan budaya lokal yang telah ada dan berkembang sebelumnya. Inilah yang menjadi cikal bakal timbulnya gaya hidup konsumerisme di kalangan masyarakat karena mereka hanya menyerap budaya baru yang masuk itu secara tidak utuh sehingga mereka tidak benar-benar mengetahui esensi dari pergeseran atau perubahan budaya yang mereka ikuti. Contohnya adalah kalangan remaja dewasa ini  yang beberapa di antaranya ikut-ikutan menggunakan ponsel blackberry hanya karena terpengaruh lingkungan pergaulan yang didominasi oleh para pengguna BB tersebut tanpa mengetahui dan memahami secara jelas signifikansi penggunaan gadget tersebut. Parahnya lagi, sikap individualistis, hedonisme bahkan sekularisme yang seakan semakin menjajal pola pikir dan perilaku masyarakat akibat pengaruh dari budaya luar yang jelas-jelas berbeda dengan tradisi budaya yang dimiliki (terlebih bagi masyarakat Asia yang berkonteks budaya tinggi; budaya Timur). Masyarakat seakan semakin diperbudak oleh teknologi yang menyebabkannya lalai dalam bersosialisasi, individu kian tunduk pada trend dunia dan segala sesuatu hal baru yang dipuja-puja masyarakat global, tanpa mengetahui esensinya dan hanya karena dilatarbelakangi perasaan takut terkucil atau tersisih. Menjadi seorang luddite atau bahkan laggard seakan menjadi momok yang benar-benar harus dihindari oleh individu jika tidak ingin disebut ketinggalan zaman atau menyandang predikat sebagai si gagap teknologi. Dan lagi-lagi, hal ini seringkali terjadi tanpa dilatarbelakangi alasan dan kepentingan yang jelas terhadap penggunanaan teknologi sehingga esensi dari pengadopsian budaya baru menjadi terabaikan.

Perkembangan teknologi dewasa ini memang tidak dapat kita bendung. Seiring berjalannya waktu, teknologi kini berkembang semakin pesat. Terkait dengan Perkembangan Teknologi Komunikasi maka media pun berkembang dan memunculkan media-media baru yang mengglobal. Media baru saat ini berupa internet, tv digital dan lain-lain semakin banyak dikonsumsi oleh khalayak. Salah satu jenis media baru yang kini sedang menggema adalah Internet.

Jika kita lihat perkembangan teknologi komunikasi saat ini hampir semua menyediakan layanan internet, dari mulai PSP yang kegunaan awalnya sebagai game, sampai Handphone yang kegunaan awalnya sebagai alat komunikasi saja kemudian berkembang dan didalamnya bisa terhubung dengan koneksi internet. Ini membuktikan bahwa kehidupan kita dikelilingi dengan budaya internet.


Secara tidak disadari keberadaan internet dikehidupan kita membawa dampak terhadap budaya kita khususnya budaya indonesia, baik berdampak positif maupun berdampak negatif. melihat dari dampak positif dari perkembangan internet pada saat ini adalah budaya yang kita miliki dapat diketahui dan diakui oleh dunia, jika melihat dari segi negatifnya, banyak dari kita yang justru meninggalkan budaya yang kita miliki untuk membentuk budayanya sendiri. Sebagai contoh yang sedang ramai diindonesia saat ini adalah situs jejaringan sosial Facebook yang ditemukan oleh Mark Zuckerberg seorang mahasisiwa Harvard, telah berhasil memikat banyak masyarakat indonesia untuk mengkonsumsinya.

Melalui Facebook kita dapat berinteraksi dengan teman, sehingga terasa bertatap muka (face to face), karena internet tidak mengenal ruang dan waktu. Banyak dari kita yang kecanduan Facebook atau situs jejaring sosial lainnya, misalnya Anda mengubah status lebih dari dua kali sehari dan rajin mengomentari perubahan status teman. Anda juga rajin membaca profil teman lebih dari dua kali sehari meski ia tidak mengirimkan pesan atau men-tag Anda di fotonya. Hal tersebut adalah salah satu yang mengubah budaya yang kita miliki selama ini.

Suatu hubungan mulai menjadi kering ketika para pengguna Facebook atau situs jejaring sosial lainnya tak lagi menghadiri social gathering, menghindari pertemuan dengan teman-teman atau keluarga, dan lebih memilih berlama-lama menatap komputer (atau ponsel). Ketika akhirnya berinteraksi dengan rekan-rekan, mereka menjadi gelisah karena “berpisah” dari komputernya.

Dengan adanya Facebook atau situs jejaring sosial lainnya mengubah gaya hidup seseorang menjadi lebih modern, karena menurut mereka gaya hidup yang modern adalah yang dapat mengikuti perkembangan teknologi komunikasi, sehingga budaya akan bergeser kepada budaya yang modern pula.

Dengan menjamurnya internet saat ini kita jarang menjumpai orang yang tidak saling kenal dihalte bus bertegur sapa, karena sekarang mereka sibuk dengan handphonenya masing-masing. Ketika terjadi musibah seperti gempa beberapa waktu yang lalu orang-orang tidak lagi memperdulikan untuk membantu orang lain, hal yang utama dilakukan olehnya adalah mengupdate status di facebook nya.

Apakah budaya kita yang dikenal orang sebagai budaya yang ramah tergeser oleh kemajuan perkembangan teknologi?

Budaya itu berbanding lurus dengan Waktu, Jadi budaya dan tatanan adat selalu mengikuti perkembangan zaman. Yang namanya perkembangan sedikit demi sedikit akan menggeser nilai-nilai budaya untuk menjaga agar budaya kita tetap ada dan tidak tergeser modernisasi perlu kita memperkenalkan, melestarikan dan menanamkan kepada generasi pelanjut.







TINJAUAN PUSTAKA

http://eprints.utm.my/7858/

http://www.waena.org/index.php?option=com_content&task=view&id=4468&Itemid=51



http://commentportal.com/search/pramsky-kaitan-antara-komunikasi-dan-budaya



http://fauzyalfalasany.blogspot.com/2010/01/teknologi-baru-menimbulkan-budaya-baru.html



http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya


http://defickry.wordpress.com/2007/10/26/teknologi-komunikasi-dan-sosial-budaya

PERKEMBANGAN MEDIA MASSA DI INDONESIA


Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai dipergunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.

Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah memiliki ketergantungan dan kebutuhan terhadap media massa yang lebih tinggi daripada masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan tingkat ekonomi lebih tinggi memiliki lebih banyak pilihan dan akses banyak media massa, termasuk bertanya langsung pada sumber/ ahli dibandingkan mengandalkan informasi yang mereka dapat dari media massa tertentu.

Jenis-jenis media massa:

·         Media massa tradisional

Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa dimana terdapat ciri-ciri seperti:

1.                   Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan

2.                   Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu.

3.                   Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima.

4.                   Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.

Macam-macam media massa tradisional

·                      surat kabar

·                      majalah

·                      radio

·                      televisi

·                      film (layar lebar).

  • Media massa modern

Seiring dengan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media-media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon selular.

Media massa yang lebih modern ini memiliki ciri-ciri seperti:

1.                   Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya)

2.                   Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual

3.                   Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu

4.                   Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam

5.                   Penerima yang menentukan waktu interaksi

Everett M. Rogers dalam bukunya Communication Technology; The New Media in Society (dalam Mulyana, 1999), mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi di masyarakat, dikenal empat era komunikasi yaitu era tulis, era media cetak, era media telekomunikasi dan era media komunikasi interaktif. Dalam era terakhir media komunikasi interaktif dikenal media komputer, videotext dan teletext, teleconferencing, TV kabel dan sebagainya.

Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.


Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.


Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi jurnalisme. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih.

Setelah Orde Baru semakin mengkonsolidasikan pembangunan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, maka di bidang pembinaan pers juga semakin ditata secara lebih mantap dengan dihasilkannya undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 yang merupakan penyempurnaan dan perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967.


Sebagai penajabarn lebih lanjut dikeluarkan pula Peraturan Menteri Penerangan RI Nomor 01/Per Menpen/1984 tentang Surat usaha izin Usaha Penerbitan Pers(SIUPP) sebagai peraturan pelaksanaan Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers tersebut. Berbagai upaya melengkapi peraturan ini sebagai dasar pembinaan dan penataan pers nasional masih berlanjut sampai saat ini.


Gambaran umum dari pertumbuhan dan perkembangan Pers Nasional dapat diketahui antara lain dari perkembangan jumlah penerbitan pers, tiras penerbitan pers yang semakin meningkat pula baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Demikian pula pemilikan percetakan pers oleh para penerbit surat kabar telah semakin meningkat jumlahnya.


Bila pada awal Pelita V jumlah penerbitan pers sebanyak 263, maka pada tahun 1995 sudah mencapai sebanyak 287. Seluruh propinsi telah memiliki penerbitan pers dan hanya tiga propinsi yaitu propinsi Bengkulu, Nusa Tenggara dan Sulawesi Tenggara yang belum mempunyai surat kabar harian. Namun demikian Bengkulu dan Nusa Tenggara Barat telah mengadakan uji coba untuk menerbitkan surat kabar harian dan secara prinsip telah memungkinkan tumbuhnya masing-masing surat kabar harian tersebut.


Tiras penerbtan pers bila pada awal Pelita V berjumlah 10.783.009 eksemplar setiap kali terbit, pada akhir Pelita V menjadi 12.730.721 eksemplar.


Dalam rangka meningkatkan peranan pers nasional dalam pembangunan, diperlukan dukungan sumber daya manusia yang handal, yang didukung oleh peralatan canggih yang sesuai perkembangan teknologi khususnya teknologi komunikasi.


Untuk dapat mengimbangi dinamika dan tuntutan pembangunan maupun dinamika masyarakat serta meningkatnya kualitas kebutuhan dan tuntutan masyarakat, pers harus terus meningkatkan kualitas profesionalisme sumber daya manusia wartawannya. Dalam hubungan ini program pendidikan dan pelatihan wartawan dan karyawan pers lainnya telah dilakukan secara terus-menerus dengan harapan mampu memenuhi peningkatan kebutuhan sumber daya manusia bagi penerbitan-penerbitan pers di masa yang akan datang. 


Jumlah sumber daya manusia/wartawan yang memiliki wawasan serta pendidikan tinggi terus bertambah. Ini merupakan salah satu ciri dari transformasi yang sedang dijalani pers Indonesia. Data terakhir menunjukkan, jumlah wartawan media cetak dan media elektronik, sebanyak 7.141 orang. Sedingkan khusus media bcetak berjumlah 6.287 orang. Dari jumlah tersebut 4.062 orang(64.04 persen) adalah mereka yang berlatarbelakang pendidikan tinggi.


Dalam rangka meningkatkan arus informasi ke pedesaan, mulai tahun pertama Pelita III diadakan proyek "Koran Masuk Desa" (KMD) yang berupa subsidi kepada penerbitan-penerbitan pers daerah untuk menerbitkan KMD. Subsidi tersebut bertujuan untuk mendoong penerbitan pers nasional di daerah untuk mengembangkan diri dan memperluas jangkauannya sehingga mempercepat pemerataan informasi di daerah-daerah KMD yang pada awalnya mengikutsertakan 34 penerbit pers daerah di 13 propinsi, kemudian mulai tahun 1984 telah mengikutkan 50 penerbit pers di 26 propinsi. Ini berarti seluruh propinsi di Indonesia telah diikutsertakan dalam program KMD kecuali Daerah Khusus lbukota Jakarta. Sampai dengan tahun 1994/1995 meningkat menjadi 59 penerbitan KMD, dan 9 di antaranya menjadi pelaksana mandiri tanpa subsidi dari pemerintah.


Jumlah tiras KMD pada tahun anggaran 1993/1994 berdasar realita berjumlah sebesar 39.798.158 eksemplar, sedangkan target tiras sesuai perjanjian yakni sebesar 8.400.000 eksemplar, berarti terdapat kenaikan yang sangat tinggi.


Untuk memberikan motivasi terhadap pembangunan masyarakat pedesaan, Dewan Pers dalam sidang pleno tahun 1993 memutuskan mengganti istilah "Koran Masuk Desa" menjadi "Koran Membangun Desa".


PEMBANGUNAN di bidang teknologi komunikasi dan informasi telah memacu pertumbuhan dan perkembangan media elektronika radio, televisi dan film dengan sangat pesat dalam menyebarluaskan dan memeratakan informasi kepada masyarakat.


Pada awal Repelita I Radio Republik Indonesia (RRI) memiliki 46 buah stasiun panyiaran dengan jumlah stasiun pemancar 107 buah, kekuatan pemancar seluruhnya 810 kilowatt dan jumlah jam siaran rata-rata setiap stasiun 7,4 jam per hari. Pada akhir Repelita V, RRI memiliki 49 buah stasiun penyiaran dengan 414 buah unit stasiun pemancar, kekuatan pemancar seluruhnya sebesar 3.106,6 kilowatt, dan jam siaran rata-rata setiap stasiun 21,0 jam perhari. Selain RRI terdapat juga radio siaran non RRI sebanyak 670 stasiun penyiaran yang tersebar di seluruh wilayah tanah air. Untuk program siaran RRI yang ditujukan keluar negeri menggunakan 10 bahasa pengantar yaitu bahasa lnggris, Perancis, Spanyol, Arab, Mandarin, Melayu, Jepang, Jerman, Thai dan Indonesia, dengan jumlah siaran 12 jam per hari. 


Dalam rangka kerjasama internasional, dilanjutkan berbagai kegiatan yang antara lain mencakup tukar-menukar paket siaran antar negara-negara Asean, yang dimulai sejak tahun 1978 dan kerjasama dengan Asia Pasific Broadcasting Union(ABU) yang dimulai sejak tahun 1983 serta berbagai organisasi Internasional lainnya.


Pada tahun 1969, yang juga merupakan tahun awal Repelita I. Televisi Republik Indonesia (TVRI) memiliki 2 buah stasiun penyiaran dengan 7 buah pemancar yang keseluruhannya berkekutan sekitar 48 kilowatt dan menjangkau sekitar 22 juta orang dengan jumlah jam siaran setiap stasiunnya rata-rata 4 jam per hari. Pada akhir Repelita V TVRI memiliki 12 stasiun penyiaran, tujuh Stasiun Produksi Keliling (SPK) dan 343 stasiun pemancar penghubung dengan kekuatan pemancar 348,7 KW, dengan kemampuan jangkauan 41,36 persen wilayah Nusantara dan 153 juta orang atau 79,20 Persen dari jumlah penduduk dengan jumlah siaran 11,7 jam per hari.


Untuk menyiapkan masyarakat menghadapi perkembangan teknologi komunikasi di masa depan, pemerintah telah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan antena parabola, sehingga masyarakat dapat menikmati siaran berbagai stasiun penyiaran.


Pada akhir Repelita V upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi juga didukung oleh lembaga penyiaran televisi swasta. Sampai awal Repelita VI telah beroperasi 5 (lima) televisi swasta yang sebagian telah mengembangkan jangkauan siaranya ke beberapa wilayah Indonesia. Dalam kaitan perkembangan ini pula lembaga penyiaran asing telah menyelenggarakan siarannya secara transnasional yang dapat menjangkau sebagian wilayah Indonesia (contoh: Star TV).

Tetapi pada masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Indepen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.

Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.

Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan media massa di Indonesia cukup menakjubkan. Data yang ada, seperti dikutip Sendjaja (2000), menunjukkan kondisi sebagai berikut:

1. Di bidang pertelevisian, selain jaringan TVRI saat terdapat 10 (sepuluh) stasiun televisi swasta, yaitu RCTI, TPI, SCTV, ANTEVE, INDOSIAR, METRO TV, TRANSTV, LATIVI, GLOBAL TV, DAN TV 7. Di samping itu kini telah beroperasi 7 televisi berlangganan satelit, 6 televisi berlangganan terrestrial, dan 17 televisi berlangganan kabel.

2. Dunia penyiaran radio pun mengalami kemajuan meskipun tidak sepesat televisi. Hingga akhir tahun 2002, terdapat 1188 Stasiun Siaran Radio di Indonesia. Jumlah itu terdiri atas 56 stasiun RRI dan 1132 buah Stasiun Radio Swasta.

3. Perkembangan industri dan bisnis penyiaran ini tampaknya telah mendorong tumbuh pesatnya bisnis ‘Rumah Produksi’ (Production House/PH). Sebelum krisis ekonomi, tercatat ada 298 buah perusahaan PH yang beroperasi di mana sekitar 80% di antaranya berada di Jakarta. Pada saat krisis, khususnya antara tahun 1997-1999, jumlah PH yang beroperasi menurun drastis sampai sekitar 60%. Dalam satu tahun terakhir (2003), bisnis PH secara perlahan kembali bangkit yang antara lain didorong oleh peningkatan jumlah Televisi Swasta. Kebutuhan TV Swasta akan berbagai acara siaran, mulai acara hiburan sampai acara informasi dan pendidikan, banyak diproduksi oleh PH lokal.

4. Dunia bisnis media penerbitan, khususnya surat kabar dan majalah, juga mengalami peningkatan khususnya dalam hal kuantitas. Pada tahun 2000, menurut laporan MASINDO, terdapat 358 media penerbitan. Jumlah tersebut terdiri atas 104 surat kabar, 115 tabloid, dan 139 majalah. Hal menarik dalam penerbitan media massa cetak ini adalah semakin beragamnya pelayanan isi yang disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan segmen khalayak pembacanya. Dengan kata lain, ‘spesialisasi’ telah ditempuh sebagai upaya menembus situasi kompetisi yang semakin ketat.

Dengan perkembangan seperti di atas, baik dalam jumlah maupun jenisnya, mustahil semua media massa menguasai seluruh pasar yang ada. Sebaliknya, kecil sekali kemungkinan hanya satu media massa dapat menguasai seluruh pasar, dalam arti memenuhi segala macam tuntutan pasar, karena tuntutan pasar juga sangat bervariasi.

Kompetisi telah menjadi kata kunci dalam kehidupan media massa saat ini. Keadaannya menjadi semakin kompleks, karena mencakup kompetisi tiga kelompok yaitu: Pertama, antara media cetak baik dari jenis yang sama maupun yang berbeda jenis; Kedua, antara media elektronik baik audio (radio) maupun audio-visual (televisi); serta Ketiga, antara media cetak di satu pihak dengan media elektronik di pihak lain.

Dalam memperebutkan pangsa pasar, kompetisi media massa tidak hanya meliputi aspek isi, penyajian berita atau bentuk liputan lainnya, tetapi juga aspek periklanan. Hal tersebut dipersulit pula oleh perubahan tuntutan pasar (konsumen). Juga perubahan dalam cara, gaya dan strategi kompetisi yang digunakan masing-masing media massa sebagai respons terhadap tuntutan pasar.

Tinjauan pustaka

http://agussetiaman.wordpress.com/2008/11/07/perkembangan-media-massa-dan-media-literasi-di-indonesia/

http://jurnal.budiluhur.ac.id/wp-content/uploads/2007/04/blcom-04-vol2-no2-april20071.pdf

http://www.kejut.com/massmedia

http://id.wikipedia.org/wiki/Media_massa

http://pipmi.tripod.com/artikel_pembangunan_perkembangan_pers_dan_media_massa_nasional.htm

http://duniakreatif.multiply.com/journal/item/38/Menyoal_Komunikasi_Massa_Memahami_Perkembangan_Masyarakat_Indonesia

http://www.beritanet.com/Education/Berita-Jurnalistik/Sejarah-Jurnalisme-Indonesia.html

http://wsmulyana.wordpress.com/2008/12/22/perkembangan-media-massa-dan-media-literasi/